Introvert, Melakonlis, Multi-potentialite, Intuiting

Berbagai macam kepribadian itulah yang membentuk saya. Mengenal lebih kedalam dan benar2 belajar memahami kepribadian diri sendiri, berawal dari saya merasa menjadi sosok yang gagal. Sosok yang tidak bisa diharapkan sukses dimata orang terdekat saya.

Saya memang tidak suka ketika harus melakukan kontak dengan banyak orang, seperti acara arisan, reuni, family gathering, dan acara lain yang mengharuskan saya untuk bersosialisasi dengan orang yang tidak seberapa saya kenal. Itu big NO bagi saya. Apakah saya tetap menolak hadir diacara tersebut? Kalau bisa memang saya tolak, kalau terpaksa ya hadir.

Karena jujur, saya tidak pandai berkomunikasi dengan sembarang orang. Saya tidak bisa langsung akrab dengan orang yang baru saja saya temui. Apalagi kalau acara Family Gathering, asal tahu saja keluarga dari pihak ibu saya itu bukan main2 besarnya. Kalau dihitung bisa 100an kepala lebih yang hadir, bahkan terkadang saya hanya sekedar tahu namanya namun tidak tahu ini anak Om siapa? Kan gagu banget kalo sampai ketemu duduk bareng terus nggak tau topik apa yang aman buat bicara.

Yap! Itulah segelintir dilema introvert yang saya rasakan.

Lalu soal kepribadian melakonlis, seorang perenung, pemimpi romantis yang side effect nya menuntut semua serba perfect-sempurna. Saya mengalami itu, hampir saya berpikir mempunyai kelainan OCD (Obsesive Compulsive Disorder). Tapi, lambat laun saya mencounternya dengan meditasi, bukan yoga-karena saya terlalu malas untuk melakukan itu-terlebih pada meditasi setelah sholat, atau ketika melakukan kesalahan saya berbicara sendiri untuk menenangkan diri seperti, "its okay, salah dikit nggak papa. Bismillah, nggak akan ada yang notice kok. Karena hanya Allah SWT yang tahu bahwa hambaNya ini memang tukang khilaf. Maafkan ya, bisa, bisa, bisa, ayo lanjut lagi."

Hahahaha

Moodbooster itulah yang saya bikin sendiri, saya sugestikan setiap melakukan kesalahan. Kalau ingat beberapa tahun lalu, uh tidak terbayangkan seberapa perfeksionisnya saya akan suatu hal. Kalau ada kerjaan jahit, salah garis dikit aja udah ulang ngitung pola lagi atau dedel jahitan lagi sampai bener2 klop.

Akibatnya apa, karena saya terlalu perfeksionis saya sempat mengalami pengakumulasian barang-barang dirumah. Anggap saja HOARDER atau penimbun. Karena banyak alasan dalam diri saya, dimana semua yang saya lihat harus sempurna. Bahkan ditahun 2023 ini, ketika beberapa bulan yang lalu saya mengenal apa itu konsep minimalis dan decluttering. Rasanya masih banyak barang yang harus saya eliminasi dari rumah. Hingga akhirnya, diawal 2023, resolusi saya yakni:
1. Stop membeli pakaian
2. Stop membeli furniture
3. Stop membeli junk food
4. Stop beli make up
5. Stop beli barang elektronik
Arti stop sendiri itu berarti saya tidak akan belanja apapun jika menyangkut hal diatas selama satu tahun ini. Karena saya merasa, pengakumulasian barang dirumah saya sudah terlalu berlebihan.
Contohnya tas, seharusnya saya cukup punya 1 saja. Namun, ketika beres2 apa yang saya temukan?

Berbagai jenis tas yang masih anteng di bungkusnya yang tidak pernah terpakai sama sekali. Karena pas belanja saya selalu berfikir, ah kayaknya cocok untuk acara ini, ah ini dipakai untuk nanti, ini kayaknya cute, dan karena sugesti itulah dengan tidak sadar saya menjadi penimbun.

Begitu juga dengan pakaian, make up dan segala macamnya. Sampai pada klimaksnya, lemari saya penuh, cantolan baju dikamar yang awalnya estetik pun berubah menjadi semrawut karena barang2 yang tak pernah terpakai. Rak sepatu yang awalnya kecil saya upgrade menjadi lemari sepatu, akan tetapi masih banyak berantakan dan berserakan.


Akhirnya saya merasa LELAH! Kenapa saya harus membersihkan dan merawat barang yang bahkan tidak pernah saya pakai? Kenapa saya harus repot2 membuat pajangan dan menata barang yang tidak ada gunanya untuk saya? Malah yang ada barang2 tersebut membuat rumah saya semakin sumpek.


Dan mulailah saya mengkonsep hidup saya dengan minimalis, bahwa cukup itu tidak harus mempunyai segalanya. Less is more... seperti itulah prinsipnya.

Saya masih berproses, rasanya sulit sekali apalagi dengan kepribadian multi-potentialite atau katakanlah scanner personality. Ditambah saya juga punya ADHD yang untreatment. So, minimalis itu bertolak belakang dengan kepribadian saya sebenarnya. Karena, naluri saya itu belajar hal2 baru, menyukai tantangan2 baru kemudian menelitinya dan memecahkan persoalannya. Saya bisa menguasai beberapa hal dengan belajar dari berbagai sumber walaupun tidak sekolah, dan saya akan menguasainya dengan baik.

Contohnya, saya lulusan kebidanan terbaik dan bekerja di klinik hampir 3 tahun, setelah itu saya bosan dan memutuskan untuk alih profesi. Saya menjadi customer service sebuah perusahaan percetakan selama 2 tahun sampai naik jabatan menjadi admin, saya lagi-lagi resign dan memutuskan bekerja sebagai teknisi laptop, hanya bertahan 6 bulan karena abah saya meninggal dan tidak ada yang mau meneruskan toko abah.


Itulah kenapa saya tidak bisa menjadi spesialis disalah satu bidang pekerjaan. Saya menerima itu sekarang. Saya bukan seorang ahli/spesialis, tapi saya bisa berbagai hal. Seorang scanner personality akan selalu belajar hal baru sampai dia merasa bisa dan bosan katakanlah burn out, lalu mencari hal lain yang menarik perhatiannya.

Alasan itulah saya dianggap sosok gagal oleh keluarga saya, oleh orang sekitar, oleh semua orang yang memandang saya karena lulusan bidang keahlian saya adalah seorang bidan. Seorang scanner personality tidak pernah mendapatkan tempat di lingkungan sosial. Dan sepahit itu kenyataannya.

Kini selain berdagang saya juga menekuni profesi sebagai tukang jahit. Apakah perlu sekolah? Khursus? Tidak! Saya belajar otodidak dari berbagai sumber. Ada youtube, pinterest, blog, artikel semua saya serap, saya baca, saya ikuti step2nya lalu merumuskan sendiri bagaimana pengaplikasiannya. Apakah bisa? Bisa! Ya memang seperti itu scanner personality. 2 tahun menggeluti usaha menjahit dan permak.

Apa saya bosan? Iya, terkadang ada rasa itu.
Kadang saya ingin belajar melukis, atau menjadi penulis. Namun, saya tidak terburu-buru, saya menyiasatinya dengan banyak2 menonton tutorial, membaca lalu mengunjungi galeri2 seni. Mungkin nanti saya bosan sendiri, atau bisa juga semakin tertarik?


Apa yang saya tahu mengenai kepribadian ini, adalah saya tidak berkecil hati. Saya tidak malu dengan apa ketertarikan yang membawa saya nanti. Mencintai diri sendiri, menghargai bahwa saya bisa melakukan semua itu tanpa bantuan orang lain, dan berdiri sampai saat ini dengan kepribadian yang sulit diterima orang lain. Saya bangga telah melewati itu semua dengan mudah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sadar Diri

Keresahan Pakaian Pernikahan

DIY-cempal tanpa jahit